Kanker paru masih menjadi momok di seluruh dunia. Meski pengobatan modern telah mengalami kemajuan signifikan, jenis kanker ini tetap menjadi penyebab kematian tertinggi dibandingkan kanker lainnya.


Terutama pada stadium lanjut, pengobatan konvensional seperti kemoterapi dan radiasi sering kali tidak memberikan hasil yang optimal. Namun, kini muncul secercah harapan melalui terapi imun, khususnya yang menargetkan jalur PD-1/PD-L1. Terapi ini tak hanya menjanjikan perubahan dalam pendekatan pengobatan, tapi juga membuka pintu menuju masa depan yang lebih cerah bagi para pasien.


Mengenal Jalur PD-1/PD-L1: Mekanisme Pertahanan Tumor


Jalur PD-1 merupakan salah satu mekanisme penting yang digunakan oleh tumor untuk menghindari serangan sistem imun. PD-1 adalah reseptor checkpoint pada sel T yang berfungsi untuk mengendalikan respon imun agar tidak terlalu aktif. Saat PD-1 di permukaan sel T berikatan dengan PD-L1 di permukaan sel tumor, respons imun pun dilemahkan. Sayangnya, banyak jenis kanker termasuk kanker paru memanfaatkan jalur ini untuk bersembunyi dari sistem kekebalan tubuh dan tumbuh tanpa terdeteksi.


Inovasi Terapi: Pembrolizumab dan Nivolumab Ubah Peta Pengobatan


Kehadiran obat imunoterapi seperti pembrolizumab (Keytruda) dan nivolumab (Opdivo) telah mengubah paradigma pengobatan kanker paru. Pembrolizumab, misalnya, menunjukkan hasil mengesankan pada kanker paru-paru non-sel kecil (NSCLC), terutama pada pasien dengan ekspresi PD-L1 yang tinggi.


Dalam uji klinis KEYNOTE-024, pembrolizumab terbukti secara signifikan meningkatkan angka kelangsungan hidup bebas progresi dibandingkan dengan kemoterapi pada pasien yang positif PD-L1. Ini menjadi tonggak penting sebagai terapi lini pertama untuk NSCLC stadium lanjut. Namun demikian, tidak semua pasien mendapatkan manfaat serupa. Sekitar 30% pasien menunjukkan resistensi primer terhadap terapi ini, dan beberapa lainnya mengalami resistensi sekunder meskipun awalnya merespons dengan baik.


Mengurai Resistensi: Tantangan Baru dalam Imunoterapi


Resistensi terhadap penghambat PD-1 masih menjadi kendala utama. Resistensi primer terjadi ketika tumor tidak merespons sejak awal, sementara resistensi sekunder berkembang setelah pasien menunjukkan respons awal yang baik. Mekanisme resistensi sangat kompleks, mencakup mutasi gen terkait penyajian antigen, perubahan komposisi mikro-lingkungan tumor, hingga peningkatan checkpoint imun alternatif.


Tumor juga dapat menciptakan lingkungan imun yang menekan dengan cara mengekspresikan lebih banyak protein PD-L1 atau menarik sel-sel penekan imun seperti sel T regulator (Tregs) dan sel MDSCs (myeloid-derived suppressor cells). Pemahaman mendalam tentang cara tumor melawan terapi ini sangat penting untuk menemukan strategi baru yang lebih efektif.


Terapi Kombinasi: Strategi Mengalahkan Resistensi


Salah satu pendekatan menjanjikan untuk mengatasi resistensi adalah dengan mengombinasikan penghambat PD-1 dengan terapi lain. Kombinasi antara PD-1 inhibitor dan CTLA-4 inhibitor seperti ipilimumab (Yervoy) telah menunjukkan hasil positif dalam uji klinis.


Uji CheckMate 227 yang menguji kombinasi nivolumab dan ipilimumab pada pasien NSCLC memperlihatkan peningkatan angka harapan hidup secara keseluruhan dibandingkan dengan kemoterapi saja, terutama pada pasien dengan beban mutasi tumor (TMB) yang tinggi. TMB adalah ukuran banyaknya mutasi genetik dalam sel tumor dan menjadi indikator penting yang membantu sistem imun mengenali dan menyerang sel kanker. Fakta ini menekankan pentingnya pendekatan terapi yang dipersonalisasi berbasis profil genetik pasien.


Tak hanya itu, kombinasi dengan obat-obatan bertarget seperti inhibitor tirosin kinase (TKI) juga sedang dieksplorasi. Pendekatan ini bertujuan menghancurkan jalur pertumbuhan tumor sekaligus meningkatkan respons terhadap terapi imun.


Biomarker Baru: Langkah Menuju Terapi yang Lebih Tepat Sasaran


Untuk memastikan terapi tepat sasaran, diperlukan indikator biologis atau biomarker yang akurat. Ekspresi PD-L1 masih menjadi biomarker utama dalam seleksi pasien yang cocok untuk terapi ini. Namun, penelitian terkini menunjukkan bahwa mengandalkan PD-L1 saja tidak cukup.


Biomarker lain seperti TMB, instabilitas mikrosatelit (MSI), dan jumlah neoantigen mulai menunjukkan potensi dalam membantu memprediksi keberhasilan terapi PD-1. Menurut Dr. David G. Paweletz dari Dana-Farber Cancer Institute, “TMB dan jumlah neoantigen merupakan alat penting dalam memilih pasien untuk imunoterapi, karena berkorelasi dengan respons imun dan hasil pengobatan.” Meski begitu, integrasi biomarker ini ke dalam praktik klinis masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.


Masa Depan Cerah untuk Terapi PD-1 dalam Kanker Paru


Harapan besar disematkan pada masa depan terapi PD-1 dalam pengobatan kanker paru. Penelitian yang terus berlangsung bertujuan untuk meningkatkan efektivitas, mengatasi resistensi, dan menemukan kombinasi terapi terbaik. Selain itu, pengembangan generasi baru PD-1 inhibitor dengan potensi aktivasi imun yang lebih kuat dan efek samping yang lebih ringan juga sedang dalam proses.


Dengan integrasi terapi kombinasi, biomarker baru, serta pendekatan individual yang lebih akurat, terapi PD-1 berpeluang menjadi pilar utama dalam pengobatan kanker paru stadium lanjut. Meskipun tantangan masih ada, kemajuan dalam memahami sistem imun dan biologi tumor membuka jalan menuju pengobatan yang lebih efektif, memberikan harapan baru bagi pasien untuk hidup lebih lama dengan kualitas hidup yang lebih baik.