Dalam bidang kedokteran jantung, peran stres oksidatif dalam memicu berbagai penyakit kardiovaskular telah lama menjadi sorotan para ilmuwan. Produksi berlebih spesies oksigen reaktif (ROS) selama stres oksidatif terbukti menyebabkan disfungsi endotel, oksidasi kolesterol jahat (LDL), dan akhirnya pembentukan plak aterosklerotik yang memicu penyumbatan pembuluh darah.


Antioksidan yang dahulu hanya dikenal sebagai "penjaga kesehatan" dalam iklan, kini mendapat dukungan ilmiah yang kuat sebagai pengatur risiko kardiovaskular. Dr. Sophia Nardelli, seorang peneliti jantung di Cleveland Clinic, menyatakan, “Antioksidan bukan sekadar pemulung pasif. Mereka berinteraksi aktif dengan jalur sinyal redoks yang menentukan peradangan vaskular dan stabilitas plak.”


Memahami Proses: Bagaimana Stres Oksidatif Mendorong Penyakit Jantung


Pada pasien dengan penyakit arteri koroner tahap awal, produksi ROS yang berlebihan di sel endotel mengurangi ketersediaan nitrat oksida (NO), sehingga menghambat pelebaran pembuluh darah dan mempercepat kekakuan arteri. LDL yang teroksidasi (ox-LDL), hasil dari peroksidasi lipid yang dimediasi ROS, akan diserap oleh makrofag dan membentuk sel busa, tanda utama proses aterogenesis.


Sebuah studi yang diterbitkan dalam JAMA Cardiology edisi Januari 2025 menunjukkan bahwa kadar malondialdehida (MDA) penanda stres oksidatif lebih tinggi pada pasien angina tak stabil dibandingkan kelompok kontrol. Hal ini memperkuat hubungan antara kerusakan oksidatif dan perkembangan sindrom koroner akut.


Antioksidan Alami vs Buatan: Perbedaan yang Harus Dipahami


Antioksidan dapat berasal dari dalam tubuh (endogen) maupun dari luar (eksogen), seperti makanan atau suplemen. Antioksidan endogen utama meliputi enzim glutathione peroxidase, superoxide dismutase (SOD), dan katalase, yang menjadi benteng pertahanan terhadap ROS di dalam sel. Kekurangan enzim-enzim ini kini dikaitkan dengan peningkatan kejadian penyakit jantung dini.


Sementara itu, antioksidan eksogen seperti vitamin E (α-tokoferol), vitamin C (asam askorbat), polifenol, dan karotenoid, membantu dengan menetralisir ROS sirkulasi dan mengurangi oksidasi lipid. Sebuah meta-analisis yang dipublikasikan dalam European Heart Journal – Supplements edisi Maret 2025 menunjukkan bahwa bentuk dan dosis antioksidan ini sangat menentukan hasilnya. Antioksidan alami dari makanan jauh lebih manjur dibanding suplemen sintetis dalam menurunkan kadar peradangan (CRP) dan meningkatkan kelenturan pembuluh darah (FMD).


Uji Klinis: Hasil Beragam yang Perlu Ditafsirkan dengan Hati-hati


Beberapa uji klinis skala besar mengenai suplemen antioksidan memberikan hasil yang tidak konsisten, sebagian besar disebabkan oleh perbedaan populasi, tingkat stres oksidatif awal, dan jenis antioksidan yang digunakan. Uji coba Heart Outcomes Prevention Evaluation (HOPE) sebelumnya tidak menunjukkan manfaat dari pemberian vitamin E dosis tinggi.


Namun, pendekatan terbaru lebih mengutamakan individualisasi dan mekanisme biologis. Uji coba Ox-Cardio 2024, yang melibatkan 3.100 pasien diabetes tipe 2, menemukan bahwa pasien dengan aktivitas SOD rendah mengalami penurunan 22% kejadian kardiovaskular utama setelah enam bulan menjalani terapi antioksidan berbasis kurkumin. Hasil ini menegaskan pentingnya pemeriksaan status stres oksidatif sebelum pemberian terapi.


Polifenol dan Flavonoid: Senjata Alami Pelindung Jantung


Polifenol yang ditemukan dalam buah beri, cokelat hitam, minyak zaitun, dan teh hijau kini diakui sebagai pengatur fungsi endotel yang kuat. Salah satu yang paling terkenal, EGCG dari teh hijau, dapat meningkatkan produksi nitrit oksida dan membantu menjaga elastisitas arteri.


Resveratrol dari anggur merah juga menjanjikan manfaat besar. Senyawa ini mengaktifkan protein SIRT1 yang membantu menjaga kesehatan mitokondria dan mengurangi peradangan dalam sel-sel pembuluh darah. Dalam model hewan, resveratrol mampu mengurangi luas kerusakan jantung setelah cedera iskemia-reperfusi secara signifikan.


Tidak Hanya Menetralisir ROS: Mengatur Jalur Sinyal Redoks


Penelitian terkini lebih menekankan pada pengaturan faktor transkripsi sensitif redoks, seperti NF-κB, Nrf2, dan AP-1. Faktor-faktor ini mengatur gen-gen yang berperan dalam peradangan, fibrosis, dan perbaikan vaskular. Sebuah makalah tahun 2025 di Nature Reviews Cardiology menyarankan bahwa terapi antioksidan yang menargetkan jalur Nrf2, seperti sulforaphane dari sayuran cruciferous dapat memberikan manfaat ganda: mengurangi stres oksidatif dan memperbaiki fungsi endotel.


Inovasi Masa Depan: Nanoteknologi dan Regulasi Gen


Dengan kemajuan dalam sistem penghantaran obat, kini sedang dikembangkan antioksidan berbasis nanopartikel untuk meningkatkan daya serap dan efektivitas di area sasaran. Uji coba dengan liposom berisi quercetin dan nanopartikel glutathione pada hewan menunjukkan peningkatan penyerapan endotel dan efek antioksidan yang bertahan lama tanpa toksisitas sistemik.


Bahkan teknologi pengeditan gen seperti CRISPR-Cas9 mulai dieksplorasi untuk meningkatkan produksi enzim antioksidan secara alami. Meskipun masih dalam tahap pra-klinis, pendekatan ini menjanjikan untuk penerapan masa depan di bidang kardiologi.


Dulu dianggap hanya sebagai tambahan nutrisi, kini antioksidan menjadi bagian penting dari pendekatan medis modern dalam menangani penyakit jantung. Meskipun suplementasi umum belum menunjukkan hasil konsisten, pendekatan terarah berdasarkan penanda stres oksidatif dan profil genetik telah mengubah cara dokter jantung memandang peran biologi redoks dalam perawatan pasien.


simak video "manfaat antioksidan"

video by " Hidup Sehat tvOne"