Memahami bagaimana tubuh merespons ancaman virus memerlukan pemahaman mendalam tentang sistem imun yang kompleks.
Sistem pertahanan ini bukan sekadar reaksi sederhana, melainkan rangkaian peristiwa biologis yang terkoordinasi dengan sangat presisi, melibatkan sinyal molekuler, proses pembelajaran adaptif, serta aksi seluler yang sangat spesifik.
Pertahanan Awal: Sistem Imun Bawaan yang Siaga 24 Jam
Begitu virus memasuki tubuh, respons awal langsung dipimpin oleh sistem imun bawaan, barisan pertama yang tak perlu mengenali virus terlebih dahulu untuk mulai bertindak. Sel-sel seperti makrofag, sel dendritik, dan natural killer (NK) langsung mengepung titik serangan dalam hitungan menit atau jam
Mereka menggunakan reseptor khusus seperti Toll-like receptors (TLRs) untuk mendeteksi keberadaan materi genetik virus seperti RNA atau DNA. Deteksi ini memicu pelepasan berbagai molekul pensinyalan, termasuk interferon tipe I (seperti IFN-α dan IFN-β), yang memiliki peran penting dalam menciptakan kondisi ‘anti-virus’ di sekitar area infeksi. Molekul-molekul ini mengaktifkan gen yang dapat menghentikan replikasi virus, memberikan perlindungan awal sebelum sistem imun lanjutan aktif sepenuhnya.
Menurut Profesor Akiko Iwasaki dari Yale School of Medicine, interferon tipe I adalah salah satu komponen paling efektif dalam respons awal terhadap infeksi virus.
Sistem Imun Adaptif: Respons Khusus dan Ingatan Jangka Panjang
Jika virus berhasil lolos dari pertahanan awal, maka sistem imun adaptif akan mengambil alih. Respons ini bekerja secara lebih spesifik terhadap jenis virus yang menyerang, dan mampu membentuk memori imunologis.
Sel T sitotoksik (CD8+) bertugas mengenali sel tubuh yang sudah terinfeksi, lalu menghancurkannya secara terkontrol menggunakan enzim seperti perforin dan granzyme. Setelah mengenali sel terinfeksi, sel T ini akan melepaskan enzim seperti perforin dan granzyme untuk menghentikan aktivitas virus dengan menghancurkan sel tersebut secara terkendali, tanpa merusak jaringan sekitarnya.
Sel T helper (CD4+) juga memainkan peran penting dengan mengaktifkan sel B agar memproduksi antibodi. Antibodi ini bekerja dengan cara menempel pada partikel virus dan mencegahnya memasuki sel tubuh, sekaligus menandai virus untuk dihancurkan oleh komponen imun lainnya. Studi terkini dari Journal of Clinical Investigation (2024) menyoroti pentingnya sel T folikular helper (Tfh) dalam mendukung produksi antibodi yang tahan lama, terutama setelah vaksinasi berbasis mRNA maupun infeksi alami.
Ingatan Imunologis: Perlindungan yang Bertahan Bertahun-Tahun
Salah satu fitur paling luar biasa dari sistem imun adaptif adalah kemampuannya menciptakan "memori". Setelah infeksi dikendalikan, sebagian kecil sel T dan B berkembang menjadi sel memori yang siap bereaksi cepat bila virus serupa datang kembali.
Studi terbaru dari Nature Immunology (2025) mengungkapkan bahwa sel T memori yang menetap di jaringan (Trm), khususnya di saluran napas dan pencernaan, mampu memberikan perlindungan yang sangat efektif karena mereka berjaga di lokasi strategis yang rawan dimasuki virus.
Peran Penting Gen yang Diaktifkan oleh Interferon (ISG)
Tak hanya interferon itu sendiri, tetapi juga gen-gen yang diaktifkan oleh interferon, dikenal sebagai interferon-stimulated genes (ISGs) memiliki peranan sentral dalam menghambat siklus hidup virus. Protein seperti MX1, OAS1, dan IFITM3 yang dihasilkan oleh gen-gen ini dapat mengganggu berbagai tahap infeksi virus, mulai dari masuknya virus ke dalam sel hingga proses replikasinya.
Pada individu dengan kelainan genetik yang memengaruhi ekspresi ISG, kemampuan tubuh dalam membersihkan infeksi virus menjadi sangat terbatas. Oleh karena itu, pengujian profil genetik kini semakin digunakan di bidang imunologi klinis, terutama untuk menangani kasus infeksi virus yang berulang atau sangat berat.
Virus Juga Punya Cara Menipu, Tapi Tubuh Tidak Diam
Virus juga bukan makhluk pasif. Mereka punya strategi untuk menghindari deteksi sistem imun. Misalnya, SARS-CoV-2 membawa protein seperti NSP1 dan ORF6 yang dapat menghambat produksi interferon, sehingga infeksi awal bisa berlangsung lebih diam-diam.
Namun, tubuh tidak tinggal diam. Sistem pengenal seperti RIG-I dan MDA5 mampu mendeteksi keberadaan RNA virus di dalam sitoplasma sel, memicu reaksi lanjutan dari sistem imun. Menurut Dr. Gabriel Victora dari The Rockefeller University, kemampuan sistem imun untuk menghasilkan antibodi berkualitas tinggi melalui proses mutasi somatik adalah salah satu keunggulan utama dalam melawan virus yang terus berubah.
Implikasi Terhadap Vaksin dan Terapi Antivirus Modern
Pemahaman mendalam tentang mekanisme imunologi ini sangat berpengaruh dalam pengembangan vaksin dan obat antivirus. Vaksin berbasis mRNA, misalnya, memanfaatkan kemampuan sel tubuh untuk memproduksi antigen virus, yang kemudian memicu respons imun adaptif tanpa perlu paparan virus secara langsung.
Dalam terapi antivirus, fokus kini tidak hanya pada menghentikan virus, tetapi juga pada pengaturan respons imun tubuh itu sendiri. Penggunaan obat seperti penghambat Janus kinase (JAK inhibitors) telah dieksplorasi untuk meredam lonjakan reaksi peradangan pada infeksi virus berat.
Tubuh manusia ternyata memiliki sistem pertahanan biologis yang sangat canggih dan berlapis. Mulai dari reaksi cepat sistem imun bawaan hingga pembentukan memori jangka panjang oleh sistem adaptif, semuanya bekerja selaras untuk memastikan perlindungan terhadap virus yang datang silih berganti.
simak video "mengenal sistem imun"
video by "Seetokind"