Pernahkah melihat hewan peliharaan melakukan hal konyol yang membuat tertawa tanpa henti? Jangan dianggap kebetulan! Studi terbaru justru membuktikan bahwa tawa dan keisengan lucu bukan hanya milik manusia.


Hewan-hewan dari primata besar hingga tikus menunjukkan tingkah laku yang bisa dibilang mirip dengan humor dan candaan. Yuk, simak fakta seru tentang tingkah lucu mereka!


Humor Bukan Hanya Milik Manusia


Selama ini, humor dianggap sesuatu yang unik dan kompleks, hanya dimiliki oleh manusia berkat kemampuan bahasa dan pemikiran abstrak. Namun, para peneliti seperti Isabelle Laumer dari UCLA membuktikan hal sebaliknya. Dengan mengamati rekaman lebih dari 75 jam, timnya menemukan berbagai primata besar, seperti simpanse, bonobo, gorila, dan orangutan—melakukan aksi usil yang sengaja untuk memancing reaksi. Ini bukan sembarang tingkah, melainkan “komedi” yang penuh perhitungan.


Lawakan Ala Primata


Bayangkan seekor orangutan muda yang mengintip orang dewasa sedang asyik merawat bulunya. Perlahan, ia mendekat dan memberikan sentuhan tiba-tiba sebelum langsung berlari menjauh sambil menoleh. Jika dipikir-pikir, tingkah ini mirip anak kecil yang sengaja bikin lucu lalu kabur! Tim Laumer berhasil mengidentifikasi setidaknya 18 gaya menggoda yang berbeda, mulai dari sentuhan mengejutkan, pukulan main-main, hingga menggenggam daun favorit teman hanya untuk menggoda.


Perekat Sosial Lewat Candaan


Mengapa primata repot-repot melakukan tingkah usil ini? Seperti halnya canda tawa yang memecah kebekuan pada manusia, tingkah menggoda pada primata berfungsi sebagai perekat sosial. Sentuhan kecil yang tepat bisa meredakan ketegangan di antara mereka yang sedang berselisih. Ajak berkejaran dengan cara menggoda justru memperkuat ikatan pertemanan. Pesan yang disampaikan jelas, “Ini hanya permainan, bukan pertengkaran!” Sehingga kelompok jadi lebih harmonis dan kuat.


Kecerdasan di Balik Kejenakaan


Menyusun “lelucon” bukan perkara mudah. Si penggoda harus paham sudut pandang lawan, memperkirakan respons, dan mengikuti aturan sosial yang ada. Jika sentuhan terlalu keras, bisa dianggap agresif; jika terlalu lemah, malah diabaikan. Primata besar unggul dalam memahami hierarki dan norma kelompoknya, membuktikan bahwa tingkah menggoda mereka merupakan bentuk kecerdasan sosial yang tinggi.


Komedi dari Dunia Hewan Lain


Tidak hanya primata, hewan lain pun menunjukkan gelagat humor yang tak kalah menarik. Misalnya, anjing saat bermain menunjukkan gerakan “play bow” (tubuh condong ke depan dengan bagian belakang terangkat), disertai gonggongan riang, kemudian berlari sambil menoleh. Ini adalah ajakan bermain yang jelas. Peneliti Marc Bekoff selama puluhan tahun mempelajari sinyal-sinyal bermain pada anjing, termasuk nafas pendek yang disebut “play panting” yang dianggap mirip tawa mereka.


Tikus Juga Bisa Ngakak?


Mungkin terdengar aneh, tapi tikus ternyata bisa “tertawa”. Penelitian lain menemukan bahwa tikus mengeluarkan suara kecil bernada tinggi saat digelitik. Suara ini hanya bisa didengar dengan alat khusus, dan dipercaya sebagai tawa versi tikus. Lebih menarik, tikus-tikus ini justru aktif mencari kesempatan untuk digelitik lagi, menunjukkan bahwa mereka mengantisipasi kesenangan. Bahkan lumba-lumba ikut bergabung dalam pesta humor ini dengan melakukan permainan aneh seperti meniup gelembung dan menyeimbangkan rumput laut sambil bersiul riang.


Mengapa Humor Berevolusi di Dunia Hewan?


Lalu, apa fungsi humor bagi hewan? Bagi makhluk sosial, humor merupakan alat yang sangat ampuh. Tawa atau gelak riang hewan menumbuhkan kepercayaan, memperkuat ikatan, dan melatih keterampilan penting seperti berburu atau menghindar secara aman lewat permainan. Humor juga jadi sinyal kesehatan dan vitalitas bagi pasangan. Terpenting, humor mengurangi stres dan membangun ketahanan kelompok. Hewan yang aktif bermain juga cenderung lebih sehat, lebih tangguh, dan lebih bahagia.


Apakah Hewan Benar-Benar “Mengerti” Lelucon?


Masih jadi pertanyaan besar apakah hewan benar-benar mengerti lelucon seperti manusia. Banyak bukti yang masih bersifat anekdot dan terbuka untuk interpretasi. Apakah anjing memang bermaksud membuat lucu atau sekadar cari perhatian? Apakah permainan lumba-lumba punya “punchline”? Penelitian lintas spesies secara ketat sangat dibutuhkan agar bisa mengupas tuntas fenomena ini. Penting untuk keluar dari perspektif manusia sentris agar lebih menghargai cara-cara hewan mengekspresikan kegembiraan dan keakraban.


Penemuan humor pada hewan ini sungguh revolusioner. Ia membuka mata bahwa batas antara manusia yang berpikir dan hewan yang “berinsting” bukanlah tembok yang kokoh. Menyaksikan mata ceria primata yang usil, anjing yang mengajak bermain dengan riang, atau tikus yang “tertawa” memberikan gambaran betapa luasnya kemampuan makhluk hidup merasakan kegembiraan. Saat hewan peliharaan melakukan sesuatu yang lucu, ada baiknya berhenti sejenak dan menikmati momen itu sebagai “lelucon bersama.” Karena dari sana, terbuka jendela ke dunia emosional mereka yang kaya dan penuh warna.