Sering diabaikan, padang lumpur laut menjadi pabrik pengolahan limbah alami Bumi, mengatur penyaringan air laut melalui interaksi harmonis antara sedimen, mikroorganisme, dan sistem tanaman dan hewan asli. Dikenal sebagai sumber daya berharga, padang lumpur memperluas pengaruhnya di luar fungsionalitas semata, berfungsi sebagai surga keanekaragaman hayati, habitat musim dingin, dan tempat berkembang biak alami untuk spesies burung langka. Menurut Konvensi Internasional tentang Lahan Basah, padang lumpur yang mencapai kedalaman hingga 6 meter saat pasang rendah dianggap sebagai wilayah nasional, dengan laut teritorial yang hanya meluas hingga 12 mil laut dari batas tersebut.
Lahan basah lumpur laut yang luas ini muncul sebagai harta karun, menawarkan tidak hanya manfaat ekologis tetapi juga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap konservasi keanekaragaman hayati. Menyokong berbagai ekosistem unik, lahan basah lumpur laut mendukung terumbu karang, hutan mangrove, dan spesies langka yang berkembang di antarmuka air tawar dan air laut. Ekosistem ini memiliki nilai ekologis tinggi, menjaga keseimbangan alam yang halus, dan memberikan tempat tinggal bagi flora dan fauna yang beragam.
Oleh karena itu, konservasi padang lumpur sangat penting untuk menjaga keberagaman kehidupan di habitat laut kritis ini. Dengan berpartisipasi aktif dalam mengembalikan ekosistem penting ini, Tiongkok memberikan kontribusi pada penyebab lingkungan global dan meningkatkan pengaruhnya dalam "komunitas takdir manusia" internasional. Abad ke-21 secara bulat diakui sebagai abad kelautan, dengan samudra global menutupi 71% permukaan Bumi. Namun, meskipun luas ini, masih banyak yang belum diketahui, terutama di laut dalam dan lahan basah lumpur yang sering diabaikan.
Lahan basah lumpur sering disebut sebagai ginjal laut, berperan penting dalam menjaga kesehatan dan keseimbangan laut. Ekosistem pantai ini berfungsi sebagai mata rantai vital dalam jaringan kehidupan yang rumit, mendukung keanekaragaman hayati, mendukung spesies burung migran, dan berkontribusi pada kesehatan laut secara keseluruhan. Menjelajahi padang lumpur mirip dengan berburu harta karun, di mana penjelajah dengan sabar memeriksa tanah, membalikkan karang, dan mencari dengan teliti materi organik dari limpasan permukaan dan arus laut.
Perhatian yang cermat ini mengungkap konvergensi dan pengendapan nutrisi laut di padang lumpur, menciptakan ekosistem dinamis yang menarik banyak spesies, termasuk burung, ikan, kerang, artropoda, dan moluska. Di dasar ekosistem yang berwarna-warni ini terdapat mineral dan materi organik yang terbawa ombak. Endapan-endapan ini, disaring dan dikonsumsi oleh hewan bentik seperti kepiting, udang, dan remis lumpur, membentuk landasan rantai makanan yang berkembang subur. Jaringan kehidupan yang rumit ini meluas hingga burung, ikan, dan berbagai organisme yang membanjiri padang lumpur, menjadikannya salah satu ekosistem paling berwarna di Bumi.
Secara historis, manusia memanfaatkan padang lumpur, dengan catatan kuno menunjukkan budidaya perikanan lumpur di tempat-tempat seperti Hainan. Praktik akuakultur, termasuk budidaya makanan laut seperti kerapu, udang belang, tiram, remis lumpur, kepiting pasta, dan rumput laut antropomorfik, telah lama menjadi bagian integral dari komunitas pantai. Namun, aktivitas manusia, termasuk reklamasi lahan dan polusi lingkungan, telah mengancam keseimbangan ekosistem padang lumpur pantai yang halus. Tindakan ini telah mengurangi keanekaragaman hayati, menyebabkan hilangnya fungsi ekologis, dan menyebabkan penurunan spesies burung dan mangrove secara bertahap, meningkatkan risiko kepunahan.
Mengakui signifikansi padang lumpur laut adalah hal utama dalam upaya konservasi global. Peran mereka sebagai pembangkit tenaga ekologi, penyaring limbah, dan komponen penting dari lanskap samudra menekankan perlunya upaya bersama dalam perlindungan dan restorasinya. Saat kita menjelajahi abad kelautan, menjaga harta karun tersembunyi ini menjamin masa depan yang berkelanjutan bagi ekosistem laut dan umat manusia.