Stres adalah bagian umum dari kehidupan sehari-hari, namun dampaknya pada tubuh dapat sangat besar. Menurut Dr. Caroline Apovian, seorang ahli terkemuka di Nutrition and Weight Management Center di Boston, banyak orang yang keliru meyakini bahwa stres langsung menyebabkan penambahan berat badan.


Padahal, masalah sebenarnya terletak pada bagaimana seseorang sering kali merespons stres tersebut. Ketika menghadapi tekanan, banyak orang yang beralih ke makanan sebagai mekanisme untuk mengatasi stres, yang pada akhirnya meningkatkan asupan kalori, bukan karena perubahan metabolisme langsung akibat stres itu sendiri.


Respons Hormon dalam Tubuh


Ketika tubuh menghadapi stres, tubuh akan melepaskan hormon-hormon tertentu, termasuk kortisol, yang dapat memicu kondisi kewaspadaan yang lebih tinggi. Respons ini mungkin bermanfaat pada zaman dahulu, yang memungkinkan reaksi cepat terhadap situasi yang mengancam jiwa. Namun, di dunia yang serba cepat seperti sekarang, di mana stres sering kali berasal dari hal-hal yang tidak nyata seperti tenggat waktu pekerjaan atau masalah pribadi, reaksi ini justru dapat menimbulkan kebiasaan yang tidak sehat. Seperti yang dijelaskan oleh Dr. Apovian, banyak orang mencari kenyamanan dalam makanan, terutama makanan yang tinggi gula dan lemak, untuk meredakan kecemasan.


Makanan sebagai Penghibur


Hubungan antara makanan dan perasaan emosional yang lebih baik sangatlah kuat. Mengonsumsi makanan tertentu dapat mengaktifkan jalur hadiah di otak, memberikan pelarian sementara dari kecemasan yang dirasakan. Meskipun ini dapat memberikan kenyamanan sesaat, kebiasaan ini bisa menyebabkan siklus makan berlebihan selama periode stres. Seseorang mungkin mendapati dirinya terus mencari camilan yang menghibur, tanpa sadar bahwa itu adalah respons terhadap dorongan internal untuk menenangkan keadaan emosional yang meningkat.


Mitos vs. Kenyataan


Meski banyak orang mempercayai bahwa kadar kortisol yang tinggi membuatnya lebih sulit untuk menurunkan berat badan, Dr. Apovian menekankan bahwa sebenarnya, setelah pola makan normal kembali, berat badan yang bertambah akibat stres sering kali bisa hilang. Namun, jika kebiasaan makan berlebihan ini terus berlangsung dalam waktu yang lama, penurunan berat badan bisa menjadi lebih menantang. Titik setel berat badan tubuh Anda mungkin telah mengalami penyesuaian ke angka yang lebih tinggi, yang membuat Anda harus berusaha keras untuk mengatasi kebiasaan-kebiasaan yang sudah terbentuk.



Strategi Menghadapi Stres yang Lebih Sehat


Untuk lebih mengelola stres tanpa harus beralih ke makanan, Dr. Apovian menyarankan untuk mengeksplorasi strategi alternatif. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik seperti olahraga dapat menjadi saluran yang efektif untuk meredakan stres, sambil meningkatkan kesejahteraan mental dan fisik secara bersamaan. Bagi sebagian orang, praktik seperti meditasi atau kesadaran penuh (mindfulness) juga dapat memberikan manfaat signifikan, yang memungkinkan individu untuk kembali menghubungkan tubuh dan pikiran mereka dengan cara yang lebih sehat.


Menemukan Keseimbangan dalam Mengelola Stres


Penting untuk menyadari hubungan antara stres dan kebiasaan makan. Walaupun terkadang mengonsumsi makanan yang nyaman tampak seperti solusi sesaat, mengembangkan strategi yang lebih sehat dalam menghadapinya dapat memberikan manfaat jangka panjang. Dengan fokus pada olahraga dan mindfulness, Anda dapat menciptakan pendekatan yang lebih seimbang dalam mengelola stres, yang pada akhirnya berujung pada hasil kesehatan yang lebih baik.


Jangan biarkan stres merusak kesehatan tubuh Anda. Ketahui cara-cara yang lebih sehat dalam mengelola tekanan yang Anda alami sehari-hari. Dengan menghindari kebiasaan makan yang buruk dan memilih olahraga serta teknik relaksasi yang tepat, Anda bisa menjaga keseimbangan tubuh dan pikiran untuk hidup yang lebih baik.