Jika Anda pernah berjalan-jalan di galeri seni modern dan berhenti di depan sebuah lukisan abstrak sambil mengernyitkan dahi, mungkin Anda pernah bertanya dalam hati, "Mengapa lukisan ini terlihat seperti hasil coretan anak kecil?"
Entah itu kanvas penuh cipratan warna, bentuk-bentuk acak yang tak beraturan, atau goresan sederhana yang tampak tanpa makna, banyak karya seni modern menimbulkan pertanyaan serupa: apakah ini benar-benar karya seni, atau sekadar doodle yang kebetulan dipajang di museum?
Namun, di balik kesan sederhana dan "asal coret" tersebut, sering kali tersembunyi makna yang jauh lebih dalam dan sengaja diciptakan. Mari kita telusuri mengapa banyak karya seni modern tampak seperti hasil karya anak kecil dan mengapa justru itulah yang membuatnya begitu istimewa.
Untuk memahami mengapa sebagian karya seni modern terlihat "seperti coretan bocah," kita perlu menengok kembali perubahan besar dalam dunia seni pada awal abad ke-20. Saat itu, muncul gerakan modernisme yang menolak batasan-batasan lama dalam seni rupa.
Seniman tidak lagi merasa harus meniru kenyataan secara sempurna atau membuat potret dan pemandangan yang realistis. Fokus mereka beralih pada ekspresi, emosi, dan pencarian cara baru untuk menggambarkan kehidupan.
Dari sinilah lahir berbagai aliran seperti kubisme, surealisme, dan abstrak ekspresionisme. Para seniman mulai bereksperimen dengan bentuk, warna, dan teknik yang jauh dari tradisi klasik. Mereka tidak hanya ingin membuat gambar indah, tetapi juga ingin mengguncang cara pandang masyarakat terhadap makna seni itu sendiri.
Dalam karya-karya ini, bentuk yang tampak tidak teratur, sapuan kuas yang kasar, atau warna yang tampak acak bukanlah kesalahan, melainkan ekspresi dari kebebasan dan emosi yang tulus.
Salah satu alasan mengapa karya seni modern sering terlihat seperti hasil gambar anak-anak adalah karena banyak seniman memang terinspirasi oleh cara anak-anak menggambar.
Karya anak-anak dianggap murni, jujur, dan bebas dari tekanan estetika yang mengekang. Mereka menciptakan dari hati, bukan dari aturan.
Tokoh-tokoh besar seperti Pablo Picasso dan Jean Dubuffet sangat terpesona dengan spontanitas dan keberanian anak-anak dalam berekspresi. Picasso bahkan pernah berkata, "Butuh waktu empat tahun untuk belajar melukis seperti Raphael, tapi seumur hidup untuk belajar melukis seperti anak kecil."
Ungkapan ini menggambarkan betapa sulitnya bagi seniman dewasa untuk kembali pada keaslian ekspresi tanpa beban teknis atau penilaian.
Selain itu, seni dari berbagai budaya tradisional juga memberi inspirasi. Bentuk-bentuk simbolik dan ekspresif dari seni Afrika, Oseania, dan masyarakat adat lainnya dianggap sebagai perwujudan ekspresi manusia yang paling jujur. Para seniman modern melihat nilai keindahan dalam ketidaksempurnaan dan spontanitas tersebut.
Contoh paling terkenal dari gaya "abstrak seperti coretan" muncul dari gerakan abstract expressionism. Seniman seperti Jackson Pollock, Mark Rothko, dan Willem de Kooning menciptakan karya yang lebih menonjolkan perasaan dan energi daripada bentuk yang jelas.
Pollock, misalnya, dikenal dengan teknik drip painting, menuangkan dan memercikkan cat ke kanvas besar di lantai. Dari kejauhan, hasilnya tampak acak, tetapi sebenarnya setiap gerakan tangan dan tetesan cat memiliki ritme dan kendali yang disengaja.
Baginya, proses menciptakan jauh lebih penting daripada hasil akhir. Seni bukan lagi sekadar gambar di atas kanvas, melainkan tindakan fisik dan emosional yang menggambarkan isi batin senimannya.
Di sinilah letak keindahan seni abstrak: apa yang tampak sederhana justru merupakan hasil dari refleksi mendalam dan keberanian untuk melepaskan kendali penuh.
Selain seni abstrak, muncul pula gerakan conceptual art, sebuah pendekatan di mana ide menjadi hal utama, bukan keterampilan menggambar atau melukis.
Seniman seperti Marcel Duchamp dan Sol LeWitt mengubah cara pandang masyarakat terhadap seni. Misalnya, Duchamp pernah memamerkan benda sehari-hari dan menyebutnya karya seni, semata-mata untuk mengajak orang berpikir ulang tentang definisi "seni".
Dalam konteks ini, karya yang terlihat sederhana, bahkan seperti gambar anak-anak, bukan berarti tanpa makna. Justru di balik kesederhanaannya tersimpan gagasan besar yang menantang logika dan persepsi.
Banyak orang menilai seni modern terlalu rumit untuk dipahami, padahal sebenarnya justru sebaliknya.
Karya-karya ini mengundang siapa pun untuk ikut menafsirkan, merasakan, dan berpendapat. Tidak ada jawaban benar atau salah. Setiap orang bebas memahami makna di balik warna, garis, dan bentuk yang tampak "acak".
Kesederhanaan dalam seni modern menjadikannya lebih inklusif, siapa pun dapat menikmatinya tanpa harus memiliki pengetahuan mendalam tentang teknik atau sejarah seni.
Jadi, mengapa banyak karya seni modern terlihat seperti coretan anak kecil? Karena di situlah letak kejujuran dan kebebasan sejati dalam berkarya.
Seni modern bukan sekadar tentang keindahan visual, tetapi tentang keberanian untuk mengekspresikan diri tanpa batas.
Apa yang tampak "sederhana" sebenarnya merupakan upaya untuk kembali ke akar kreativitas manusia, sebuah bentuk ekspresi murni yang jujur, spontan, dan sarat makna. Dalam dunia seni modern, kesederhanaan bukanlah kelemahan… melainkan kekuatan untuk melihat keindahan dari sudut yang tak terduga.