Pada tahun 2020, Pohon Wanaka telah hidup setidaknya selama 83 tahun.
Pada awal tahun 1900-an, pohon ini hanyalah sebuah dahan kecil.
Yang dipotong dari pohon willow besar dan ditancapkan ke dalam tanah untuk dijadikan pagar. Pejabat arborikultura danau setempat mengatakan nama pohon ini diambil dari nama kayu rapuh yang relatif lemah. Kondisi pertumbuhan pohon ini relatif sulit sejak awal, karena akarnya sering tergenang air dingin, mengakibatkan pertumbuhan pohon sangat lambat dan area yang rusak sulit untuk beregenerasi.
Inilah yang menyebabkan mengapa orang-orang menjadi frustrasi. Sebuah cabang dapat tumbuh menjadi pohon di lingkungan yang keras dengan sinar matahari dan hujan selama lebih dari 80 tahun, pernah mengalami banjir musim semi pada tahun 2019 di Selandia Baru. Namun pada tahun 2020, secara mengejutkan hutan tersebut ditebang tanpa alasan apapun.
Cabang-cabang yang patah secara artifisial ditemukan sebelum Desember 2017. Setelah permukaan air turun, seseorang memanjat dan menyebabkan cabang-cabang tersebut patah. Untuk mencegah kerusakan lebih lanjut, pariwisata Selandia Baru akan memasang tanda peringatan tertulis dalam bahasa Inggris di sekitar pohon Wanaka. Pendakian oleh turis hampir tidak ada, tetapi kerusakan larut malam, pagar, dan tidak adanya tanda seperti ini tidak dapat membantu.
Karena fotografi pohon ini tersebar luas, ada 2 orang yang berkontribusi dalam membuat sensasi mengenai pohon tersebut di internet, yakni tokoh fotografi lokal Wanaka, Heather Macleod, presiden Klub Kamera Wanaka, dan fotografer Dennis Radermacher, yang memenangkan New Zealand Geographic Photo of the Year 2014 dengan mengambil foto sebuah pohon dengan kabut di dalamnya.
Hal ini dilaporkan oleh CNN, termasuk instansi pemerintah daerah di Wanaka dan sebagian besar masyarakat marah karena hal itu akan mempengaruhi pariwisata di kawasan Wanaka dan merupakan tindakan vandalisme yang tidak ada gunanya.
Hilangnya pohon Wanaka menyoroti pentingnya melestarikan bangunan alam dan perlunya tindakan perlindungan dari bahaya yang lebih besar. Hal ini juga memicu diskusi tentang pariwisata yang bertanggung jawab dan dampak pariwisata terhadap ekosistem yang rapuh. Semoga dengan hilangnya pohon Wanaka secara tragis ini dapat menjadi pelajaran dan menginspirasi masyarakat untuk mengambil tindakan dalam melindungi dan melestarikan keajaiban alam.