Baik itu novel fiksi ilmiah maupun film fiksi ilmiah, salah satu konsep yang paling memikat adalah perjalanan waktu dan ruang. Menurut akal sehat, segalanya selalu bergerak menuju masa depan, terlepas dari kecepatan atau laju waktu yang berlalu—hanya ada satu arah.
Sebagai penggemar fiksi ilmiah yang antusias, banyak orang bermimpi memiliki kemampuan untuk melakukan perjalanan melintasi waktu dan ruang. Beberapa merindukan perjalanan ke masa lalu, sementara yang lain ingin sekilas melihat masa depan.
Masa depan adalah ranah yang penuh ketidakpastian, namun perjalanan ke masa depan secara teoretis memungkinkan. Jika kita bisa mengemudikan pesawat ruang angkasa dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya atau mengorbit lubang hitam dalam jarak dekat, memperlambat waktu di sekitar wilayah ruang-waktu kita, secara teoretis kita bisa memulai perjalanan ke masa depan.
Teori alam semesta paralel pertama kali diperkenalkan oleh fisikawan Jerman Erwin Schrödinger pada tahun 1957. Schrödinger mengusulkan konsep "multiverse," yang kemudian disempurnakan oleh fisikawan Amerika Hugh Everett dan Richard Feynman.
Menurut teori mereka, alam semesta paralel hidup berdampingan sebagai multiverse yang berbeda, masing-masing dengan waktu, ruang, dan hukum fisika yang independen. Alam-alam semesta ini ada secara terisolasi, tanpa adanya hubungan satu sama lain. Konsep tentang beberapa alam semesta ini umumnya disebut sebagai teori multiverse.
Alam semesta paralel memiliki kemiripan dengan realitas kita, namun juga menunjukkan perbedaan yang mendalam. Setiap alam semesta paralel memiliki aturan dan karakteristik uniknya sendiri, yang mungkin menampilkan hukum fisika yang berbeda, lintasan perkembangan sejarah yang berbeda, dan bahkan bentuk kehidupan yang berbeda.
Bayangkan sebuah alam semesta paralel di mana dinosaurus tidak pernah punah di Bumi atau di mana manusia tidak pernah menemukan teknologi elektronik, menghasilkan kemajuan teknologi yang sepenuhnya berbeda. Skenario seperti itu memungkinkan dalam alam semesta paralel.
Awalnya, "alam semesta paralel" merujuk pada alam semesta di mana hanya gaya-gaya paralel yang ada. Namun, dalam fiksi ilmiah, alam semesta paralel mewakili garis waktu alternatif yang dihasilkan oleh "paradoks waktu," bukan alam semesta yang sebenarnya.
Penting untuk dicatat bahwa alam semesta paralel dalam fisika berbeda dari penggambarannya dalam fiksi ilmiah. Konsep nyata tentang alam semesta paralel didasarkan pada teori ilmiah yang ketat—sebuah inferensi yang masuk akal yang dibuat oleh para ilmuwan berdasarkan data yang ada dan fakta yang diamati.
Lalu, bagaimana kita bisa membuktikan keberadaan alam semesta paralel? Meskipun para ilmuwan belum mengamati alam semesta paralel secara langsung, ada indikasi teoretis dan eksperimental yang mendukung konsep ini.
Misalnya, fenomena seperti superposisi kuantum dan keterkaitan kuantum menunjukkan bahwa partikel mikroskopis dapat berada dalam beberapa keadaan secara bersamaan, berfungsi sebagai bukti tidak langsung untuk keberadaan alam semesta paralel.
Selain itu, pengamatan radiasi latar kosmik memberikan beberapa dukungan untuk teori multiverse, karena mereka mungkin dihasilkan dari interaksi antara alam semesta paralel yang berbeda.
Alam semesta paralel tidak hanya sekadar konsep ilmiah; mereka juga telah memikat imajinasi seniman dalam berbagai bentuk seperti sastra dan film. Banyak karya fiksi ilmiah menggambarkan perjalanan manusia ke alam semesta paralel, menjelajahi sifat asing dan misterius dari realitas alternatif ini.
Konsep perjalanan waktu dan ruang, khususnya eksplorasi alam semesta paralel, terus memikat penggemar fiksi ilmiah. Meskipun keberadaan alam semesta paralel belum terbukti, teori ilmiah dan bukti eksperimental menawarkan argumen yang kuat untuk mendukung kemungkinan mereka.
Ranah-ranah menarik ini, baik dalam ranah fisika maupun imajinasi, mengundang kita untuk merenungkan kemungkinan tak terbatas yang ada di luar alam semesta kita sendiri.