Polusi cahaya bukan hanya mengganggu pandangan kita terhadap bintang-bintang di langit, tetapi juga membawa dampak negatif pada lingkungan dan kesehatan manusia. Fenomena ini semakin meluas dan menjadi perhatian serius di berbagai belahan dunia.
Salah satu dampak yang paling mencolok dari polusi cahaya adalah hilangnya pemandangan Bima Sakti, galaksi indah tempat planet kita berada.
Yang mengejutkan, sekitar sepertiga dari populasi dunia kini tidak lagi dapat melihat Bima Sakti pada malam yang cerah. Hal ini disebabkan oleh pencahayaan buatan yang berlebihan, yang menutupi keindahan langit malam.
Sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh organisasi Italia, GFZ (Science and Technology of Light Damage), mengaitkan fenomena ini dengan polusi cahaya. Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Science Advances ini mengungkapkan dampak buruk pencahayaan buatan terhadap langit malam kita.
Tim peneliti GFZ memanfaatkan satelit Suomi National Polar-orbiting Partnership yang memiliki kemampuan untuk mendeteksi intensitas sumber cahaya yang dapat ditangkapnya. Satelit ini mengirimkan gambar Bumi pada malam hari, yang kemudian dianalisis dengan data dari lebih dari 20.000 stasiun darat di seluruh dunia. Hasilnya, mereka berhasil menciptakan atlas kecerahan langit malam buatan yang mencakup kota dan desa di seluruh dunia.
Fenomena yang disebut langit malam buatan ini terjadi ketika cahaya buatan yang berasal dari permukaan Bumi dipantulkan ke atmosfer dan tersebar. Pencahayaan berlebihan yang dipancarkan oleh lampu jalan dan bangunan berkontribusi besar terhadap fenomena ini. Cahaya tersebut dipantulkan oleh awan, kabut, dan partikel-partikel lain di atmosfer, sehingga menerangi langit dan mengurangi jumlah bintang yang terlihat.
Polusi cahaya bukan hanya masalah estetika. Fenomena ini juga berdampak besar pada pemanasan global. Pencahayaan yang berlebihan menyumbang sekitar dua triliun kilowatt-jam listrik yang dikonsumsi setiap tahun. Proses produksi listrik ini menghasilkan lebih dari satu miliar ton karbon dioksida dan lebih dari 10 juta ton sulfur dioksida. Mengingat bahwa sekitar 50% pemanasan global disebabkan oleh CO2, jelas bahwa pencahayaan berlebihan berkontribusi pada kerusakan iklim, meskipun tidak ada bukti langsung yang dapat mendukung klaim ini.
Selain dampak terhadap iklim, polusi cahaya juga memengaruhi ekosistem. Hewan-hewan di alam memiliki ritme sirkadian yang mengatur perilaku mereka, seperti pola tidur dan makan. Polusi cahaya mengganggu ritme alami ini, menyebabkan kebingungan dan gangguan perilaku. Misalnya, burung yang tertarik oleh cahaya buatan bisa tersesat dan bahkan menabrak objek. Tanaman juga terpengaruh, karena pencahayaan malam hari mengganggu proses fotosintesis, yang berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan mereka.
Untuk mengatasi masalah ini, beberapa negara telah mengambil langkah legislatif untuk mengurangi polusi cahaya. Misalnya, Republik Ceko telah mengesahkan Undang-Undang Perlindungan Lingkungan Gelap yang bertujuan untuk mencegah polusi cahaya. Di Amerika Serikat, negara bagian California mengatur jenis pencahayaan yang digunakan di kawasan tertentu, sementara Undang-Undang Perlindungan Langit Malam di New Mexico mewajibkan pemasangan pencahayaan luar ruangan dengan perangkat yang dirancang khusus untuk mengurangi polusi cahaya. Denda pun dikenakan bagi mereka yang melanggar aturan ini.
Polusi cahaya bukan hanya masalah visual, tetapi juga ancaman serius terhadap lingkungan dan kesehatan kita. Oleh karena itu, sangat penting untuk meningkatkan kesadaran mengenai dampak negatif polusi cahaya. Langkah-langkah yang lebih bijaksana dalam penggunaan pencahayaan dapat membantu mengurangi dampak buruk ini. Jika kita tidak segera bertindak untuk mengontrolnya, kita berisiko kehilangan hubungan kita dengan alam semesta di luar planet kita.
Untuk masa depan yang lebih baik, mari kita jaga agar langit malam tetap gelap dan indah, bukan hanya untuk kita, tetapi juga untuk generasi mendatang.