Gunung Fuji, gunung tertinggi di Jepang dan salah satu gunung berapi aktif terbesar di dunia, adalah simbol kebanggaan negara ini. Dengan sejarah geologis sekitar 10.000 tahun, Gunung Fuji terbentuk melalui akumulasi lapisan-lapisan abu vulkanik dan slag dari berbagai letusan yang terjadi bertahun-tahun.
Akibat proses ini, terbentuklah gunung berbentuk kerucut yang menjadi ikon alam dan budaya Jepang.
Gunung Fuji telah lama menjadi bagian tak terpisahkan dari sastra dan kebudayaan Jepang. Nama gunung ini telah muncul dalam berbagai karya sejak zaman kuno, dan gunung ini dikenal sebagai tempat yang sakral bagi banyak orang Jepang. Hingga kini, Gunung Fuji tetap dipandang sebagai simbol nasional dengan reputasi tinggi di seluruh dunia. Setiap tahunnya, ribuan pendaki dan wisatawan datang untuk merasakan keindahan dan makna budaya yang terkandung dalam gunung ini.
Meskipun keindahannya, Gunung Fuji juga merupakan gunung berapi aktif, yang menyimpan potensi risiko bencana alam yang besar. Dalam beberapa tahun terakhir, para ilmuwan mengungkapkan kekhawatiran terkait kemungkinan letusan. Gunung Fuji, yang terletak kurang dari 100 kilometer dari Tokyo, ibukota Jepang, merupakan ancaman nyata bagi kehidupan dan ekonomi di wilayah tersebut. Jika terjadi letusan besar, sejumlah besar abu vulkanik dapat menyebar ke kawasan metropolitan Tokyo, yang berisiko menyebabkan kerusakan besar pada infrastruktur, termasuk listrik dan pasokan air.
Selain itu, peningkatan jumlah lubang ventilasi vulkanik di Gunung Fuji, yang sebelumnya hanya 44, kini telah mencapai lebih dari 300. Hal ini semakin memicu kekhawatiran para ahli bahwa Gunung Fuji semakin rentan terhadap aktivitas vulkanik. Pada akhir tahun 2021, sebuah gempa bumi diperkirakan akan terjadi di dekat gunung ini, dan banyak ilmuwan khawatir gempa tersebut bisa memicu letusan besar.
Tak hanya itu, bencana alam lainnya, seperti tanah longsor dan banjir, juga menjadi ancaman di sekitar Gunung Fuji. Wilayah ini memiliki tanah yang kaya akan abu vulkanik dan slag, yang mudah menyebabkan tanah longsor dan banjir bandang ketika hujan deras turun. Bencana-bencana ini tentu akan memengaruhi penduduk sekitar serta pariwisata, yang merupakan salah satu sektor ekonomi utama di kawasan tersebut.
Meskipun memiliki risiko besar, Gunung Fuji tetap menjadi destinasi wisata yang sangat populer. Mendaki Gunung Fuji adalah kegiatan yang paling banyak dilakukan saat musim panas, terutama di bulan Juli hingga September. Ribuan pendaki, baik dari Jepang maupun luar negeri, datang untuk menikmati pemandangan spektakuler dari puncak gunung, yang sering disebut-sebut sebagai tempat terbaik untuk menyaksikan matahari terbit.
Namun, pendaki dan wisatawan yang berkunjung harus selalu waspada terhadap potensi bahaya yang ada. Oleh karena itu, mereka harus mematuhi pedoman keselamatan yang telah ditetapkan dan memperhatikan kondisi cuaca serta laporan aktivitas vulkanik sebelum memulai pendakian. Selain itu, pengunjung juga diimbau untuk menjaga kelestarian alam Gunung Fuji dengan tidak merusak lingkungan sekitar dan mengikuti aturan yang ada.
Untuk mencegah bencana alam dan menjaga keberlanjutan ekosistem Gunung Fuji, pemerintah Jepang telah melakukan berbagai langkah. Salah satunya adalah memperkuat sistem pemantauan gunung berapi dan meningkatkan kapasitas respons terhadap bencana. Pemerintah juga telah melaksanakan restorasi ekologis dan berbagai upaya perlindungan lingkungan untuk memastikan bahwa keindahan alam Gunung Fuji tetap terjaga.
Ke depannya, melindungi Gunung Fuji bukan hanya menjadi tugas pemerintah, tetapi juga merupakan tanggung jawab bersama seluruh masyarakat, baik Jepang maupun dunia internasional. Gunung Fuji, sebagai simbol keindahan alam dan budaya Jepang, memerlukan perhatian yang lebih besar agar kita dapat melestarikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, sekaligus mengurangi risiko bencana alam yang mungkin terjadi.