Zebra memiliki pola garis hitam-putih yang sangat khas, yang membuatnya mudah dikenali pada pandangan pertama. Meskipun tampak serupa dengan kuda, zebra sebenarnya merupakan anggota keluarga equine yang terpisah, berbagi garis keturunan dengan kuda dan keledai.
Namun, meskipun memiliki kemampuan fisik yang memungkinkan mereka menanggung beban, zebra belum pernah berhasil dijinakkan seperti kuda. Perbedaan ini bukan hanya terletak pada penampilan, tetapi juga dalam sifat, adaptabilitas, dan sejarah evolusi mereka yang unik.
Salah satu alasan utama mengapa zebra belum dapat dijinakkan adalah karena sifatnya yang sangat berbeda dari kuda. Zebra berasal dari habitat alami di savana Afrika, yang penuh dengan predator seperti singa, harimau, hyena, dan anjing liar Afrika. Lingkungan yang keras ini telah membentuk zebra menjadi hewan yang sangat waspada dan pemalu. Ketika merasa terancam, zebra bisa menjadi agresif dan akan mempertahankan dirinya dengan gigih. Sifat hati-hati dan agresif inilah yang membuat zebra sangat sulit untuk dijinakkan.
Berbeda dengan kuda, yang telah dijinakkan ribuan tahun yang lalu dan berevolusi bersama manusia, zebra masih mempertahankan insting liar yang kuat. Kuda telah menjalani proses seleksi alam dan adaptasi bersama manusia selama berabad-abad, menjadikannya lebih mudah berinteraksi dengan manusia dan lebih terbuka terhadap pelatihan. Zebra, di sisi lain, tetap mempertahankan karakteristik liar yang menghambat upaya untuk menjinakkan mereka dalam konteks domestik.
Dinamika sosial zebra juga memainkan peran penting dalam kesulitan menjinakkan mereka. Zebra hidup dalam kawanan yang sangat terstruktur, dengan ikatan sosial yang kuat antar anggota. Mereka berkomunikasi dengan suara-suara yang lebih sering dan lebih menusuk daripada kuda, yang membuat komunikasi dengan manusia menjadi lebih sulit. Selain itu, zebra memiliki mekanisme pertahanan yang agresif terhadap predator, yang juga berperan dalam menjaga mereka tetap liar dan sulit dijinakkan. Mentalitas kawanan zebra, yang cenderung bersifat kolektif dan bertahan hidup, sangat berbeda dari kuda yang lebih individualistis dan lebih mudah dilatih.
Secara biologis, zebra juga memiliki kebiasaan krepuskular, yang berarti mereka lebih aktif saat matahari terbit dan terbenam. Ini membuat mereka sulit disesuaikan dengan pola hidup manusia, yang mengharuskan hewan peliharaan untuk lebih menyesuaikan diri dengan jadwal aktivitas manusia. Kebiasaan ini, yang berfokus pada periode aktivitas pada pagi dan sore hari, semakin menjadikan zebra kurang ideal sebagai hewan ternak untuk pekerjaan domestik, yang mengutamakan kestabilan waktu dan rutinitas.
Selain sifat alami mereka, zebra juga kurang memiliki daya tahan yang dimiliki kuda. Meskipun zebra secara fisik cukup kuat, mereka tidak dapat bertahan dalam perjalanan jarak jauh atau pekerjaan fisik yang membutuhkan ketahanan tinggi, seperti yang dapat dilakukan oleh kuda. Kurangnya daya tahan ini, ditambah dengan sifat mereka yang lebih tidak dapat diprediksi, menjadikan zebra tidak cocok sebagai hewan ternak untuk transportasi atau pekerjaan pertanian. Sebagai gantinya, kuda lebih unggul dalam hal adaptasi terhadap pekerjaan manusia.
Aspek lain yang perlu dipertimbangkan dalam perdebatan tentang perjinakan zebra adalah status konservasi mereka. Dari tiga spesies zebra yang ada — zebra savana, zebra gunung, dan zebra Grévy — hanya zebra savana yang jumlah populasinya relatif lebih banyak. Zebra gunung dan zebra Grévy, yang memiliki tekstur garis lebih halus, keduanya tergolong sebagai spesies yang terancam punah. Hal ini menyoroti pentingnya upaya konservasi untuk melindungi zebra di alam liar, ketimbang mempertimbangkan mereka untuk dijinakkan.
Karena status mereka yang rentan dan terancam punah, fokus utama seharusnya adalah pada pelestarian zebra di habitat alami mereka. Alih-alih menjadikan mereka sebagai hewan peliharaan atau ternak, upaya harus diarahkan untuk melindungi dan mempertahankan keberadaan mereka di alam liar, dengan mengurangi ancaman dari perburuan dan kerusakan habitat alami mereka.