Rasa dendam sering kali muncul akibat perasaan diperlakukan tidak adil, yang menyebabkan rasa tidak bahagia dan amarah.


Menurut Dr. Gene Beresin, seorang profesor psikiatri di Harvard Medical School, rasa dendam terbentuk seiring waktu dan dapat berdampak negatif pada hubungan.


Dalam konteks keluarga, rasa dendam ini bisa menyebabkan hilangnya rasa percaya dan perasaan diabaikan atau ditolak. Anak-anak yang mengalami emosi seperti ini mungkin membawa pola hubungan yang tidak aman ke dalam kehidupan mereka di masa depan. Hal ini bisa berujung pada isolasi, kemarahan, atau bahkan perasaan menyalahkan diri sendiri, yang menyebabkan rasa bersalah dan penurunan harga diri. Namun, hasil-hasil tersebut bisa dihindari dengan pendekatan parenting yang bijaksana.


Mendorong Pertumbuhan dan Koneksi yang Sehat dalam Keluarga


Kristene Geering, seorang pendidik orangtua, menekankan pentingnya mengembangkan hubungan yang sehat dalam keluarga. Ia menekankan perlunya kasih sayang, saling pengertian, dan memberikan ruang bagi kesalahan serta pembelajaran. Dengan membahas masalah secara terbuka, rasa dendam bisa diminimalisir.


Di bawah ini adalah beberapa perilaku yang dapat menyebabkan rasa dendam dan cara-cara untuk menangani masalah ini dengan cara yang lebih baik.


Perilaku Parenting yang Dapat Memicu Rasa Dendam


1. Ketidakkonsistenan dalam Pengasuhan


Anak-anak berkembang dengan baik dalam lingkungan yang terstruktur dan konsisten. Ketika aturan dan konsekuensi diterapkan secara tidak merata, anak-anak bisa merasa bingung dan tidak aman. Dr. Beresin menjelaskan bahwa ketidakkonsistenan dapat membuat anak melihat lingkungan mereka sebagai hal yang tidak dapat diprediksi, yang akhirnya dapat memicu rasa dendam. Untuk itu, Anda perlu menjaga aturan dan rutinitas yang jelas, namun jika ada gangguan yang terjadi karena perubahan hidup, komunikasikan hal tersebut dengan jujur kepada anak. Jelaskan situasi khusus di mana pengecualian dibuat untuk menghindari kebingungannya.


2. Janji yang Tidak Terselesaikan


Kegagalan untuk menepati janji bisa menyebabkan kekecewaan. Dr. Keneisha Sinclair-McBride, seorang psikolog klinis, menyarankan untuk mengakui situasi tersebut, memvalidasi perasaan anak, dan membuat rencana untuk menepati janji yang belum terkabul. Mengatasi ketidaksengajaan dengan terbuka dapat membantu menjaga rasa percaya.


3. Kurangnya Penjelasan


Anak-anak mungkin merasa situasi yang mereka hadapi tidak adil jika alasan tidak dijelaskan dengan baik. Memberikan penjelasan secara sederhana dan sesuai dengan usia dapat membangun rasa saling menghargai. Misalnya, menjelaskan mengapa anak yang lebih muda memiliki waktu tidur yang berbeda dengan saudara yang lebih tua, sehingga mereka dapat memahaminya dengan baik tanpa merasa tidak adil.


4. Penggunaan Bahasa yang Kaku


Penggunaan frasa yang kaku seperti "selalu" atau "tidak pernah" dapat menyebabkan jarak emosional antara orangtua dan anak. Dr. Ann-Louise Lockhart, seorang psikolog anak, menyarankan untuk menggunakan bahasa yang lebih fleksibel dan penuh pengertian. Ajukan pertanyaan untuk memahami perasaan anak dan doronglah mereka untuk mencari solusi bersama.


Mendukung Individualitas dan Kemandirian Anak


1. Menyematkan Ekspektasi Pribadi yang Berlebihan


Terkadang, orangtua meletakkan harapan pribadi mereka pada anak-anak. Meskipun menetapkan ekspektasi penting, Anda juga perlu mendukung anak-anak sebagai individu yang unik. Menghargai minat dan impian mereka akan menumbuhkan rasa saling percaya dan mengurangi potensi rasa dendam.


2. Terlalu Mengawasi


Pengawasan yang berlebihan dapat merusak rasa tanggung jawab pribadi dan kepercayaan. Berikan struktur dalam kehidupan mereka, namun biarkan anak-anak memiliki ruang untuk membuat kesalahan dan belajar dari pengalaman tersebut. Gunakan kesempatan ini untuk membimbing mereka dengan cara yang konstruktif, membangun kemandirian dan kepercayaan diri.


Membangun Koneksi Emosional Positif


1. Mengabaikan Perasaan Anak


Orangtua mungkin tidak sengaja mengabaikan perasaan anak-anak mereka dengan terlalu fokus pada frustrasi pribadi. Sebagai gantinya, validasi perasaan anak-anak Anda dan doronglah mereka untuk berbicara tentang emosi mereka. Menunjukkan rasa syukur atas pengalaman yang dibagikan dapat mendorong pandangan positif dalam diri anak.


2. Perasaan Diutamakan Satu Anak


Meskipun tidak disengaja, persepsi favoritisme bisa menumbuhkan rasa dendam di antara saudara-saudara. Kenali kebutuhan unik dari setiap anak dan usahakan untuk bersikap adil. Diskusi terbuka tentang perasaan dapat membantu mengklarifikasi kesalahpahaman dan mempererat hubungan keluarga.


Dengan mengatasi perilaku-perilaku yang dapat menyebabkan rasa dendam ini dengan pendekatan yang lebih penuh perhatian, keluarga dapat mempererat hubungan dan menciptakan lingkungan yang lebih mendukung serta saling memahami. Mengurangi rasa dendam melalui komunikasi yang jujur, memahami kebutuhan anak, dan memberikan ruang bagi mereka untuk berkembang akan membawa keluarga Anda menuju hubungan yang lebih harmonis dan positif.